SK Direktur Tentang Keseragaman Pelayanan
Surat Keputusan Direktur Tentang Keseragaman Pelayanan di Rumah Sakit
Berikut ini adalah contoh dokumen Pokja PAP Standar 1 tentang Rumah sakit menetapkan regulasi untuk pemberian asuhan yang seragam kepada pasien. Maka dari itu perlu di buat suatu kebijakan Direktur tentang Keseragaman Pelayanan di Rumah Sakit. Silahkan di baca contoh SK direktur tentang keseragaman pelayanan pada template scribe, jika isi dirasa sesuai silahkan download dokumen dalam format ms word pada link di awal dan akhir postingan.
KEBIJAKAN KESERAGAMAN PELAYANAN
DI RUMAH SAKIT UMUM
1. Pemberian Asuhan yang Seragam Kepada Pasien
a. Rumah Sakit Umum dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan menerapkan prinsip nondiskriminatif yaitu pelayanan yang seragam tanpa membedakan status sosial, ekonomi, budaya, agama, waktu maupun hari pelayanan dan kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembiayaan.
b. Pelayanan pasien di Rumah Sakit mengacu pada Undang-Undang tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
c. Tingkat pemberian asuhan kepada pasien, sama di semua unit pelayanan di Rumah Sakit.
d. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan keperawatan yang setingkat di seluruh Rumah Sakit.
e. Setiap pasien Rumah Sakit akan mendapatkan pelayanan selama 24 jam terus menerus sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
f. Rumah Sakit memberikan pelayanan yang seragam dalam kondisi apapun baik dalam keadaan gawat darurat maupun pasien rawat jalan.
g. Akses untuk asuhan pasien dan pengobatan yang memadai dan diberikan oleh PPA yang kompeten, tidak tergantung waktu tertentu.
h. Setiap pasien Rumah Sakit mendapatkan pelayanan yang tepat oleh setiap unit pelayanan sesuai dengan standar kualifikasi dan kompetensi yang telah ditetapkan. Pengaturan ketenagaan diatur didalam prosedur jadwal dinas.
i. Hasil skrining dan pengkajian pasien Rumah Sakit menentukan tingkat kondisi sumber daya yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pasien.
j. Penentuan dan penggunaan alokasi sumber daya yang sama untuk memenuhi kebutuhan pasien didasarkan atas ketepatan mengenali kondisi pasien.
k. Penerapan serta penggunaan regulasi dan form dalam bidang klinis antara lain metode asesmen IAR (Informasi, Analisis, Rencana), form asesmen awal-asesmen ulang, panduan praktis klinis (PPK), alur klinis terintegrasi/ clinical pathway, pedoman manajemen nyeri dan regulasi untuk berbagai tindakan antara lain pemberian transfusi darah dan sebagainya.
l. Dilakukan pertemuan tim secara periodik dan terjadwal dalam memberikan asuhan.
m. Penanganan perawatan lanjutan pasien tidak mampu dialihrawatkan ke Rumah Sakit lain sesuai dengan permintaan pasien atau keluarga setelah penanganan kegawatan dilakukan.
n. Pelayanan sedasi diatur dalam kebijakan sendiri.
o. Rumah Sakit menyediakan pilihan menu makan pagi untuk pasien rawat inap. Pilihan menu diberikan kepada pasien rawat inap yang tidak mendapatkan terapi diet khusus.
p. Pasien High Care Unit (HCU) dan Perinatologi mendapatkan personal hygiene oleh perawat shift malam dilakukan pada pagi hari.
q. Rumah Sakit memberikan pelayanan yang seragam dengan sumber daya yang efisien dan menghasilkan evaluasi yang bermutu tinggi.
2. Pelayanan Instalasi dan Unit di Rumah Sakit Umum
a. Pelayanan Instalasi di Rumah Sakit Umum meliputi Instalasi Gawat Darurat dan Instalasi Farmasi yang memberikan pelayanan selama 24 jam.
b. Pelayanan Unit di Rumah Sakit Umum meliputi Unit Rawat Inap Umum, Unit Rawat Inap Kebidanan, Unit High Care Unit (HCU), Unit Perinatologi, Unit Rawat Inap Khusus (Isolasi), Unit Laboratorium, Unit Radiologi dan Unit Rekam Medis dilaksanakan dalam 24 jam.
c. Pelayanan Unit Rawat Jalan sesuai dengan jadwal praktik dokter.
d. Pelayanan Unit Fisioterapi, Unit Gizi, Unit Laundry, Unit CSSD, Unit K3, Unit Kesling, Unit Rumah Tangga dan Unit Kepegawaian dan Diklat dilaksanakan dalam jam kerja.
e. Pelayanan Unit Kamar Operasi dilaksanakan dalam jam kerja dan dilanjutkan dengan sistem oncall.
f. Pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien.
g. Seluruh staf Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, pedoman / panduan dan standar prosedur operasional yang berlaku, serta sesuai dengan etika Rumah Sakit dan peraturan perundangan yang berlaku.
h. Seluruh staf Rumah Sakit dalam melaksanakan pekerjaannya wajib selalu sesuai dengan ketentuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3), termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri (APD).
3. Asesmen Pasien
a. Semua pasien yang dilayani di Rumah Sakit Umum harus diidentifikasi kebutuhan pelayanan dan perawatan kesehatannya melalui proses asesmen awal yang ditetapkan dan akan menghasilkan suatu diagnosis awal. Hal ini berlaku pada pasien rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
b. Asesmen awal setiap pasien meliputi riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, psikologis, sosial dan ekonomi, hasil tes laboratorium dan pemeriksaan diagnostik imaging untuk mengidentifikasi kebutuhan perawatan kesehatan pasien, pengembangan rencana perawatan untuk memenuhi kebutuhan pasien yang telah diidentifikasi.
c. Hanya mereka yang kompeten sesuai perizinan, Undang-Undang dan peraturan yang berlaku serta tersertifikasi yang dapat melakukan asesmen.
d. Asesmen awal medis harus lengkap dalam waktu 24 jam setelah pasien masuk rawat inap atau lebih dini / cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan Rumah Sakit.
e. Asesmen awal keperawatan harus lengkap dalam waktu 24 jam setelah pasien masuk rawat inap atau lebih dini / cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan Rumah Sakit.
f. Asesmen awal medis yang dilakukan sebelum pasien dirawat inap atau sebelum tindakan pada rawat jalan di Rumah Sakit, jika masih dalam jangka waktu 30 hari, riwayat medis dapat dipergunakan dan apabila telah lebih dari 30 hari harus diperbaharui dan dilakukan pemeriksaan fisik ulang.
g. Untuk asesmen kurang dari 30 hari, setiap perubahan kondisi pasien yang signifikan, dicatat dalam rekam medis pasien pada saat pasien masuk rawat inap.
h. Asesmen awal termasuk menentukan rencana pemulangan pasien (discharge planning).
i. Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu sesuai kondisi dan pengobatan untuk menetapkan respon terhadap pengobatannya. Dokter melakukan asesmen ulang sekurang-kurangnya setiap hari selama fase akut dari perawatan dan pengobatan pasien. Untuk pasien non akut dokter dapat melakukan asesmen ulang maksimal 2 hari tergantung kondisi pasien.
j. Ahli kesehatan yang melakukan asesmen memenuhi kualifikasi yang ditetapkan oleh Rumah Sakit dalam melaksanakan asesmen dan asesmen ulang. Yang termasuk ahli kesehatan adalah dokter DPJP atau dokter jaga dan paramedis (perawat, ahli fisioterapis, ahli gizi dan ahli farmasi) yang memiliki surat izin praktek / surat izin kerja dan sesuai dengan kewenangan klinis yang telah ditetapkan.
k. Dokter yang mengisi asesmen medis adalah dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP). Pada saat hari libur atau DPJP tidak praktek, maka dokter jaga (dokter umum) yang mengisi asesmen medis awal rawat inap.
l. Semua hasil dari proses asesmen dan diagnosis yang telah ditetapkan harus diinformasikan kepada pasien atau keluarga pasien.
m. Semua hasil asesmen harus dianalisis dan diintegrasikan serta didokumentasikan dalam rekam medis berupa catatan terintegrasi.
4. Skrining dan Triase
a. Skrining dilakukan pada kontak pertama untuk menetapkan apakah pasien dapat dilayani oleh Rumah Sakit.
b. Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik, psikologi, laboratorium klinik atau diagnostik imajing sebelumnya.
c. Kebutuhan darurat, mendesak atau segera diidentifikasi dengan proses triase berbasis bukti untuk memprioritaskan pasien dengan kebutuhan emergensi.
5. Identifikasi
a. Setiap pasien yang masuk rawat inap harus dipasangkan gelang identitas pasien.
b. Pasien selalu diidentifikasi sebelum pemberian obat, sebelum transfusi darah dan atau produk darah lainnya, sebelum pengambilan sampel darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan laboratorium, sebelum pemeriksaan radiologi, serta sebelum dilakukan tindakan.
6. Cara rumah sakit melindungi pasien dari kesalahan asuhan medis
a. Memberikan asuhan medis sesuai panduan praktek klinis dan clinical pathway.
b. Memenuhi kompetensi pemberian pelayanan pasien dan petugas Rumah Sakit lainnya.
c. Mengupayakan sarana dan prasarana yang safety untuk asuhan medik dan keperawatan.
d. Melakukan sosialisasi kepada semua tenaga kesehatan yang bertugas.
7. Transportasi
a. Transportasi milik Rumah Sakit, harus sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku berkenaan dengan pengoperasian, kondisi dan pemeliharaan.
b. Transportasi disediakan atau diatur sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien.
c. Semua kendaraan yang dipergunakan untuk transportasi milik Rumah Sakit, dilengkapi dengan peralatan yang memadai, sesuai dengan kebutuhan pasien yang akan dibawa.
8. Transfer / Perpindahan Pasien di dalam Rumah Sakit
a. Transfer dilaksankan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
b. Pasien yang ditransfer harus dilakukan pemeriksaan dan stabilisasi terlebih dahulu sebelum dipindahkan dan dapat dipindahkan apabila dokter pemeriksa telah menyatakan pasien transportable.
c. Rumah Sakit melaksanakan proses untuk memberikan pelayanan asuhan pasien yang berkelanjutan didalam Rumah Sakit dan koordinasi antar para tenaga medis.
d. Bila ada indikasi rawat inap, Rumah Sakit dapat membuat rencana kontinuitas pelayanan yang diperlukan pasien sedini mungkin.
9. Pasien yang tidak dirawat / dirujuk
a. Setelah pasien dilakukan skrining maka dokter pemeriksa menentukan apakah pasien dapat ditangani oleh Rumah Sakit atau tidak.
b. Apabila dalam penilaian kebutuhan pasien tidak perlu dirawat, maka penanganan pasien dapat dilakukan dengan prosedur rawat jalan.
c. Apabila penilaian kebutuhan pasien tidak dapat terpenuhi oleh sumber daya dan kemampuan Rumah Sakit maka dilakukan proses transfer terhadap pasien tersebut ke Rumah Sakit rujukan yang fasilitasnya lebih lengkap.
d. Dilakukan stabilisasi terlebih dahulu sampai dapat dinyatakan pasien transportable untuk proses rujukan.
10. Transfer keluar Rumah Sakit / Rujukan
a. Pasien yang ditransfer harus dilakukan pemeriksaan dan stabilisasi terlebih dahulu sebelum dirujuk dan dapat dirujuk apabila dokter pemeriksa telah menyatakan pasien transportable.
b. Merujuk berdasarkan atas kondisi dan kebutuhan pelayanan lanjutan.
c. Rujukan menunjuk siapa yang bertanggung jawab selama proses rujukan serta perbekalan dan peralatan apa yang dibutuhkan selama transportasi.
d. Kerjasama yang resmi atau tidak resmi dibuat dengan Rumah Sakit penerima.
e. Proses rujukan / perpindahan didokumentasikan didalam rekam medis pasien.
11. Transfer keluar Rumah Sakit untuk pemeriksaan penunjang
a. Pasien yang ditransfer harus dilakukan pemeriksaan dan stabilisasi terlebih dahulu sebelum dirujuk untuk pemeriksaan penunjang.
b. Rujukan ke Rumah Sakit lain untuk pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan radiologi berdasarkan atas kebutuhan pelayanan penunjang yang tidak dapat dilakukan di Rumah Sakit Umum .
c. Rujukan menunjuk siapa yang bertanggung jawab selama proses rujukan serta perbekalan dan peralatan apa yang dibutuhkan selama transportasi.
d. Kerjasama yang resmi atau tidak resmi dibuat dengan Rumah Sakit lain / laboratorium dan radiologi penerima.
e. Proses rujukan atau perpindahan pasien untuk pemeriksaan penunjang didokumentasikan didalam rekam medis.
12. Penundaan Pelayanan
a. Memperhatikan kebutuhan klinis pasien pada waktu menunggu atau penundaan untuk pelayanan diagnostik dan pengobatan.
b. Memberikan informasi apabila akan terjadi penundaan pelayanan atau pengobatan.
c. Memberi informasi alasan penundaan atau menunggu dan memberikan informasi tentang alternatif yang tersedia sesuai dengan keperluan klinik pasien.
13. Kriteria Pemulangan Pasien
a. Pasien dipulangkan apabila atas pertimbangan DPJP yang telah memenuhi kriteria pasien pulang.
b. Kriteria pasien pulang ditentukan oleh DPJP.
c. DPJP yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien tersebut, harus menentukan pemenuhan kriteria pasien boleh pulang dan kesiapan pasien untuk dipulangkan.
d. Keluarga pasien dilibatkan dalam perencanaan proses pemulangan yang terbaik atau sesuai kebutuhan pasien.
e. Rencana pemulangan pasien jika diperlukan meliputi kebutuhan pelayanan penunjang dan pelayanan medis lanjutan.
f. Identifikasi organisasi dan individu penyedia pelayanan kesehatan di lingkungannya yang sangat berhubungan dengan pelayanan yang ada di Rumah Sakit serta populasi pasien.
g. Resume pasien pulang dibuat oleh DPJP sebelum pasien pulang.
h. Resume berisi riwayat pengobatan, diagnosis, pengobatan selama dirawat dan instruksi untuk tindak lanjut.
i. Sebelum resume pulang diberikan kepada pasien / keluarga pasien dilakukan pengecekan kelengkapan isi resume terlebih dahulu.
j. Salinan resume pasien pulang didokumentasikan dalam rekam medis.
k. Salinan resume pasien pulang diberikan kepada praktisi kesehatan yang merujuk pasien ke Rumah Sakit.
14. Hak pasien dan keluarga
a. Menghormati kebutuhan privasi pasien.
b. Mengambil langkah untuk melindungi barang milik pasien dan pencurian atau kehilangan.
c. Melindungi pasien dari kekerasan fisik oleh pengunjung, pasien lain dan staf Rumah Sakit.
d. Anak-anak, individu yang cacat, lanjut usia dan lainnya yang beresiko akan mendapatkan perlindungan yang layak.
e. Membantu mencari second opinion dan kompromi dalam pelayanan didalam maupun diluar Rumah Sakit.
f. Pernyataan persetujuan (informed consent) dari pasien didapat melalui suatu proses yang ditetapkan Rumah Sakit dan dilaksanakan oleh staf yang terlatih, dalam Bahasa yang dipahami pasien.
g. Informed consent diperoleh sebelum dilakukan tindakan operasi, anastesi, penggunaan darah atau produk darah, pemberian cairan pekat seperti kcl dan bicnat serta tindakan pengobatan lain yang beresiko tinggi.
15. Penolakan Pelayanan dan Pengobatan
a. Memberitahukan hak pasien dan keluarga untuk menolak atau tidak melanjutkan pelayanan dan pengobatan.
b. Memberitahukan tentang konsekuensi, tanggung jawab berkaitan dengan keputusan tersebut dan tersedianya alternatif pelayanan dan pengobatan.
c. Memberitahukan pasien dan keluarganya tentang menghormati keinginan dan pilihan pasien untuk menolak pelayanan resusitasi atau memberhentikan pengobatan bantuan hidup dasar (Do Not Resuscitate / DNR).
1) Rumah Sakit telah menetapkan posisinya pada saat pasien menolak pelayanan resusitasi dan membatalkan atau mundur dari pengobatan bantuan hidup dasar.
2) Posisi Rumah Sakit sesuai dengan norma agama dan budaya masyarakat serta persyaratan hukum dan peraturan.
16. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
a. DPJP adalah dokter spesialis yang bertanggung jawab atas pengelolaan asuhan medis pasien.
b. Direktur berwenang untuk menetapkan dan mengatur jadwal Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP).
c. DPJP bertugas mengelola rangkaian asuhan medis pasien sesuai standar pelayanan medis / profesi, antara lain:
1) Melakukan anamnesa.
2) Melakukan pemeriksaan fisik.
3) Melakukan pemeriksaan penunjang medis atau pemeriksaan lain untuk menegakkan diagnosa.
4) Membuat perencanaan dan pemberian terapi.
5) Melaksanakan tindak lanjut, follow up dan evaluasi asuhan medis sampai dengan rehabilitasi.
d. Selain itu, melakukan konsultasi sesuai kebutuhan (indikasi), baik untuk pendapat atau rawat bersama.
e. DPJP harus membuat rencana pelayanan yang ditulis dalam berkas rekam medis.
f. Rencana pelayanan lengkap adalah memuat segala aspek asuhan medis yang akan diberikan, termasuk pemeriksaan, konsultasi, rehabilitasi pasien dan sebaginya.
g. DPJP wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk terjadinya kejadian yang diharapkan dan tidak diharapkan.
h. DPJP wajib memberikan pendidikan atau edukasi kepada pasien tentang kewajibannya terhadap Rumah Sakit dan bila diperlukan dibantu oleh staf dokter umum / perawat / staf administrasi. Hal-hal yang menjadi kewajiban pasien adalah:
1) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur.
2) Mengetahui kewajibannya dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3) Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan Rumah Sakit.
6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
i. Pendidikan kepada pasien dan keluarga diberikan dalam bentuk penjelasan secara lisan dan kemudian DPJP mencatat dalam berkas rekam medis bahwa DPJP sudah memberikan penjelasan atau edukasi.
j. Dalam hal rawat bersama cakupan pelayanan seorang DPJP adalah sesuai dengan bidang atau keahliannya dan kompetensinya, misalnya seorang DPJP mengelola seorang pasien penyakit dalam, bila pasien tersebut dikonsulkan untuk masalah penyakit di bidang mata maka seorang DPJP lain yang akan mengelola asuhan mata bagi pasien tersebut.
k. Pasien yang dikelola oleh lebih dari satu DPJP, maka DPJP utama sebagai koordinator atau ketua tim adalah dokter yang menangani kasus pasien yang terberat.
l. Instruksi atau perintah dari DPJP dicatat dalam rekam medis pasien.
17. Visite DPJP
a. Visite dokter spesialis adalah kegiatan kunjungan oleh dokter kepada pasien untuk lebih mengetahui kondisi perkembangan dengan cara mendatangi, memeriksa dan berkomunikasi secara langsung kepada pasien di ruang perawatan.
b. Ketentuan mengenai visite dokter spesialis telah diatur sesuai dengan hasil yang telah disepakati dalam Rapat Komite Medik.
c. Waktu untuk pelaksanaan visite dokter adalah antara pukul 07.30 – 20.00 WIB dan tidak boleh menganggu waktu istirahat pasien.
18. Pindah DPJP
a. Pemindahan DPJP dilakukan apabila dokter DPJP sebelumnya berhalangan dalam melakukan pelayanan kepada pasien dan atau berdasarkan kebutuhan kesehatan pasien yang mengharuskan dilakukan pemindahan DPJP.
b. Pemindahan DPJP dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan persetujuan dengan DPJP sebelumnya dan konfirmasi kepada DPJP yang akan bertanggung jawab berikutnya.
19. Asuhan pasien ditetapkan dan diberikan dengan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan pelayanan dan asuhan kepada setiap pasien
a. Pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien terintegrasi pusatnya adalah pasien dan mencakup elemen antara lain sebagai berikut:
1) Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga.
2) DPJP sebagai ketua tim PPA (Clinical Team Leader).
3) PPA bekerja sebagai tim interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional antara lain menggunakan Panduan Praktik Klinis (PPK), Panduan Asuhan PPA lainnya disertai Alur Klinis terintegrasi / Clinical Pathway dan Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT).
4) Perencanaan pemulangan pasien / discharge planning terintegrasi.
5) Asuhan gizi terintegrasi.
6) Manajer pelayanan pasien / Case Manager.
7) Asesmen dilakukan dengan metode IAR (Informasi, Analisis, Rencana)
b. Pendokumentasian direkam medis merupakan alat untuk memfasilitasi dan menggambarkan integrasi serta koordinasi asuhan.
c. Rencana dan pemberian asuhan pasien bersifat dinamis dan melibatkan banyak praktisi pelayanan kesehatan dan dapat melibatkan berbagai unit kerja dan pelayanan.
d. Perencanaan dan pelayanan terhadap pasien Rumah Sakit dilakukan secara terintegrasi, terkoordinasi dan melibatkan proses kolaboratif antara berbagai jenis perawatan dan unit.
e. Asuhan untuk setiap pasien direncanakan oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP), perawat dan pemberi pelayanan kesehatan lainnya dalam waktu 24 jam sesudah pasien masuk rawat inap.
f. Perkembangan perawatan yang telah direncanakan adalah terukur, dinilai ulang oleh praktisi kesehatan.
g. Asuhan yang diberikan kepada setiap pasien dicatat hasil observasi dan pengobatan dalam rekam medis pasien oleh pemberi pelayanan.
h. Setiap ada hasil rapat atau diskusi pasien oleh PPA dicatat dalam CPPT.
20. Asuhan individual setiap pasien direncanakan dan didokumentasikan
a. Rencana asuhan pasien terintegrasi harus bersifat individual, objektif dan sasaran dapat diukur untuk didokumentasikan berdasarkan data asesmen awal dan kebutuhan pasien.
b. Asuhan untuk setiap pasien direncanakan oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP), perawat dan PPA lainnya dalam waktu 24 jam sesudah pasien masuk rawat inap.
c. Asuhan kepada pasien direncanakan dan ditulis direkam medis oleh PPA yang memberikan asuhan.
d. Kemajuan yang diantisipasi dicatat atau direvisi sesuai kebutuhan, berdasarkan hasil asesmen ulang atas pasien oleh PPA.
e. Komunikasi antar PPA dan pendokumentasiannya ditulis dalam rekam medis.
f. Permintaan obat dilakukan oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan dokter jaga dengan menggunakan kaidah-kaidah peresepan atau sesuai kebijakan Rumah Sakit dan tercatat dalam rekam medis.
g. Permintaan prosedur diagnostik dilakukan oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan dokter jaga dengan menyertakan diagnosis atau indikasi klinis dalam rangka menunjang interpretasi hasil yang digunakan untuk membuat perencanaan perawatan dan pengobatan pasien.
h. Rencana asuhan dicatat dalam rekam medis dalam bentuk kemajuan terukur pencapaian sasaran.
i. Semua asuhan pelayanan yang diberikan tercatat dalam rekam medis berupa catatan terintegrasi, meliputi pelayanan medis, asuhan keperawatan, asuhan gizi, rehabilitasi medis dan farmasi.
j. Kesimpulan hasil diskusi dari rapat tim perawatan pasien atau diskusi bersama lainnya tercatat dalam rekam medis.
k. Setiap prosedur tindakan, perawatan ataupun pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien beserta hasilnya dan hasil yang tak terduga atau yang tidak diinginkan harus didokumentasikan didalam rekam medis serta diinformasikan kepada pasien dan atau keluarga.
l. Rencana asuhan untuk tiap pasien direview dan diverifikasi oleh DPJP dengan mencatat kemajuannya.
m. Verifikasi hasil konsultasi pasien dari IGD wajib ditandatangani oleh DPJP maksimal 1 x 24 jam.
n. Verifikasi hasil konsultasi pasien dirawat inap wajib ditandatangani oleh DPJP maksimal 1 x 24 jam.
o. Perkembangan tiap pasien dievaluasi secara berkala sesuai dengan kondisi pasien dan dibuat notasi pada lembar cppt oleh DPJP sesuai dengan kebutuhan dan diverifikasi harian oleh DPJP.
21. Mereka yang diizinkan memberikan perintah / order menuliskan perintah ini dalam rekam medis pasien di lokasi yang seragam
a. Instruksi atau perintah harus tertulis bila diperlukan dan mengikuti pedoman rekam medis Rumah Sakit.
b. Hanya mereka yang kompeten dan berwenang yang diijinkan untuk menuliskan perintah, sesuai dengan pedoman rekam medis Rumah Sakit.
c. Permintaan untuk pemeriksaan laboratorium dan diagnostik imaging harus disertai indikasi klinis atau rasional apabila memerlukan hasilnya berupa interpretasi / ekspertise.
d. Instruksi atau perintah didokumentasikan di lokasi tertentu yang seragam direkam medis pasien.
22. Komunikasi Efektif
a. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
b. Perintah lisan dan melalui telepon atau hasil pemeriksaan secara lengkap dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
c. Perintah atau hasil pemeriksaan di konfirmasi oleh individu yang memberi perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
d. Perintah dilaporkan ke DPJP dalam bentuk SBAR dan didokumentasikan direkam medis pasien dalam bentuk SOAP.
e. Perintah lisan atau melalui telepon dimintakan tanda tangan pemberi perintah disertai dengan tanda tangan penerima perintah.
23. Tindakan klinis dan diagnostik
a. Tindakan klinis dan diagnostik yang diminta, dilaksanakan dan diterima hasilnya, serta disimpan di berkas rekam medis pasien.
b. Tindakan klinis dan tindakan diagnostik dicatat dan didokumentasikan pada form atau lokasi tertentu yang seragam didalam berkas rekam medis pasien.
c. Menuliskan PPA yang meminta dilakukan tindakan dan jelaskan alasan permintaan tindakan tersebut serta lakukan pencatatan dalam rekam medis pasien.
d. Hasil tindakan dicatat dalam rekam medis pasien.
e. Pada pasien rawat jalan bila dilakukan tindakan diagnostik invasif / beresiko harus dilakukan asesmen serta pencatatannya didalam rekam medis pasien.
24. Pasien dan keluarga diberitahu tentang hasil asuhan dan pengobatan termasuk kejadian atau hasil asuhan yang tidak diharapkan.
25. Makanan dan terapi gizi
a. Tersedia berbagai pilihan makanan sesuai dengan status gizi pasien dan konsisten dengan asuhan klinisnya.
b. Pelayanan gizi meliputi pelayanan gizi rawat jalan, pelayanan gizi rawat inap dan penyelenggaraan makanan.
c. Rumah Sakit menyediakan makanan sesuai dengan kebutuhan pasien.
d. Pasien di skrining untuk status gizi.
e. Proses pemesanan makanan pasien sesuai dengan status gizi dan kebutuhan pasien serta dicatat dalam rekam medis.
f. Respon pasien terhadap terapi gizi dimonitor.
g. Makanan disiapkan dan disimpan dengan cara mengurangi resiko kontaminasi dan pembusukan.
h. Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik.
i. Distribusi makanan dilaksanakan tepat waktu sesuai dengan kebutuhan.
j. Keluarga diberi edukasi bila membawa makanan dari luar mengenai pembatasan diet dan resiko kontaminasi serta pembusukan.
k. Makanan yang dibawa keluarga atau orang lain disimpan secara benar untuk mencegah kontaminasi.
26. Asuhan dan terapi gizi terintegrasi
a. Asuhan dan terapi gizi terintegrasi diberikan kepada pasien sesuai dengan pedoman / panduan pelayanan gizi.
b. Pemberian terapi gizi terintegrasi pada pasien resiko nutrisi dicatat dalam rekam medis pasien.
c. Asuhan gizi terintegrasi mencakup rencana, pemberian dan monitoring terapi gizi.
d. Evaluasi dan monitoring terapi gizi didokumentasikan dalam rekam medis.
27. Manajemen Nyeri
a. Semua pasien rawat inap dan rawat jalan di skrining untuk rasa sakit dan dilakukan asesmen apabila ada rasa nyerinya.
b. Apabila diidentifikasi ada rasa nyeri pada asesmen awal, lakukan asesmen lebih mendalam, sesuai dengan umur pasien dan pengukuran intensitas dan kualitas nyeri seperti karakter, kekerapan / frekuensi, lokasi dan lamanya.
c. Asesmen dicatat sedemikian sehingga memfasilitasi asesmen ulangan yang teratur dan tindak lanjut sesuai kriteria yang dikembangkan oleh Rumah Sakit dan kebutuhan pasien.
d. Pasien dibantu dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif sesuai dengan kebutuhan.
e. Menyediakan pengelolaan nyeri sesuai pedoman dan protokol.
f. Pasien dan keluarga diberikan edukasi tentang pelayanan untuk mengatasi nyeri sesuai dengan latar belakang agama, budaya, nilai-nilai pasien dan keluarga.
g. Pasien dan keluarga diberikan edukasi tentang kemungkinan timbulnya nyeri akibat tindakan yang terencana, prosedur pemeriksaan dan pilihan yang tersedia untuk mengatasi nyeri.
h. Staf dilatih untuk mampu melakukan manajemen nyeri dan cara mengatasi nyeri.
28. Pelayanan Pasien Tahap Terminal
a. Pada tahap terminal dilakukan asesmen awal dan asesmen ulang terhadap pasien dalam tahap terminal dan keluarganya sesuai kebutuhan.
b. Asesmen awal dan asesmen ulang bersifat individual agar sesuai dengan kebutuhan pasien dalam tahap terminal dan keluarganya.
c. Asesmen awal dan asesmen ulang harus menilai kondisi pasien seperti:
1) Gejala mual dan kesulitan pernapasan.
2) Faktor yang memperparah gejala fisik.
3) Manajemen gejala sekarang dan respon pasien.
4) Orientasi spiritual pasien dan keluarga serta keterlibatan dalam kelompok agama tertentu.
5) Keprihatinan spiritual pasien dan keluarga seperti putus asa, penderitaan dan rasa bersalah.
6) Status psikososial pasien dan keluarganya seperti kekerabatan, kelayakan perumahan, pemeliharaan lingkungan, cara mengatasi serta reaksi pasien dan keluarganya menghadapi penyakit.
7) Kebutuhan bantuan atau penundaan pelayanan untuk pasien dan keluarganya.
8) Kebutuhan alternatif layanan atau tingkat layanan.
9) Faktor resiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara mengatasi dan potensi reaksi patologis atas kesedihan.
d. Skrining dilakukan pada pasien yang diputuskan dengan kondisi harapan hidup yang kecil.
e. Setelah ada hasil asesmen lakukan penentuan asuhan dan layanan yang akan diberikan.
f. Asuhan dan pelayanan pasien dalam tahap terminal memperhatikan rasa nyeri pasien.
g. Pelayanan pasien dalam tahap terminal dengan memperhatikan kebutuhan pasien dan keluarga serta mengoptimalkan kenyamanan dan martabat pasien yang didokumentasikan dalam rekam medis.
h. Mendukung hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang penuh hormat, empati dan kasih sayang pada akhir kehidupannya.
i. Semua staf diedukasi dan harus menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir kehidupannya yaitu meliputi:
1) Intervensi pelayanan pasien untuk mengatasi nyeri.
2) Memberikan pengobatan sesuai dengan gejala dan mempertimbangkan keinginan pasien dan keluarga.
3) Menyampaikan secara hati-hati mengenai hal-hal sensitif.
4) Menghormati nilai, agama, serta budaya pasien dan keluarga.
5) Mengajak pasien dan keluarga untuk ikut serta dalam semua aspek asuhan.
6) Memperhatikan keprihatinan psikologi, emosional, spiritual, serta budaya pasien dan keluarga.
j. Kepedulian staf terhadap kenyamanan dan kehormatan pasien harus menjadi prioritas semua aspek asuhan pasien selama pasien dalam tahap terminal.
k. Asesmen pasien tahap terminal meliputi mempertahakan gejala, kondisi dan kebutuhan kesehatan atas hasil asesmen.
l. Asuhan dan pelayanan pasien dalam tahap terminal memperhatikan upaya untuk mengatasi rasa nyeri pasien.
m. Pelayanan pasien dalam tahap terminal memperhatikan kebutuhan biopsikososial, emosional, budaya dan spiritual.
n. Pasien dan keluarga dilibatkan dalam keputusan asuhan termasuk keputusan Do Not Resuscitate / DNR.
29. Surgical Safety Checklist
a. Digunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien dalam proses penandaan / pemberian tanda.
b. Menggunakan suatu check list untuk melakukan verifikasi pra operasi tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien serta semua dokumen dan peralatan yang diperlukan tersedia, tepat / benar dan fungsional.
c. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat atau mendokumentasikan prosedur “sebelum insisi / time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur atau tindakan pembedahan.
30. Hand Hygiene
a. Program hand hygiene dilaksanakan secara efektif sesuai dengan pedoman WHO Patient Safety.
b. Menerapkan program hand hygiene yang efektif.
31. Resiko Jatuh
a. Penerapan asesmen awal pasien resiko jatuh dan dilakukan asesmen ulang bila terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.
b. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap beresiko.
c. Langkah-langkah pengurangan resiko jatuh dimonitor atau dievaluasi hasilnya, baik tentang keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh maupun dampak yang berkaitan secara tidak sengaja.
32. Manajemen di Instalasi
a. Semua petugas instalasi wajib memiliki surat tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.
c. Untuk koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin bulanan minimal satu bulan sekali.
d. Setiap bulan wajib membuat laporan.
33. Manajemen Obat
a. Elektrolit konsentrat yang berada di unit pelayanan pasien harus mengikuti panduan Rumah Sakit.
b. Elektrolit konsentrat tidak boleh berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak di sengaja di area tersebut, bila diperkenankan dengan kebijakan khusus.
c. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien diberi label yang jelas dan disimpan dengan cara yang membatasi akses (restrict access).
d. Elektrolit konsentrat diracik oleh petugas farmasi yang sudah kompeten di area khusus dan sesuai dengan permintaan dokter pada kertas resep.
34. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan Rumah Sakit
a. Peralatan di Instalasi harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk menjamin semua peralatan tetap dalam kondisi yang baik.
b. Perbaikan peralatan dilaksanakan dengan memperhatikan kontuinuitas pelayanan Rumah Sakit terutama pada pelayanan emergensi dan bantuan hidup.
DI RUMAH SAKIT UMUM
1. Pemberian Asuhan yang Seragam Kepada Pasien
a. Rumah Sakit Umum dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan menerapkan prinsip nondiskriminatif yaitu pelayanan yang seragam tanpa membedakan status sosial, ekonomi, budaya, agama, waktu maupun hari pelayanan dan kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembiayaan.
b. Pelayanan pasien di Rumah Sakit mengacu pada Undang-Undang tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit.
c. Tingkat pemberian asuhan kepada pasien, sama di semua unit pelayanan di Rumah Sakit.
d. Pasien dengan kebutuhan asuhan keperawatan yang sama menerima asuhan keperawatan yang setingkat di seluruh Rumah Sakit.
e. Setiap pasien Rumah Sakit akan mendapatkan pelayanan selama 24 jam terus menerus sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
f. Rumah Sakit memberikan pelayanan yang seragam dalam kondisi apapun baik dalam keadaan gawat darurat maupun pasien rawat jalan.
g. Akses untuk asuhan pasien dan pengobatan yang memadai dan diberikan oleh PPA yang kompeten, tidak tergantung waktu tertentu.
h. Setiap pasien Rumah Sakit mendapatkan pelayanan yang tepat oleh setiap unit pelayanan sesuai dengan standar kualifikasi dan kompetensi yang telah ditetapkan. Pengaturan ketenagaan diatur didalam prosedur jadwal dinas.
i. Hasil skrining dan pengkajian pasien Rumah Sakit menentukan tingkat kondisi sumber daya yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pasien.
j. Penentuan dan penggunaan alokasi sumber daya yang sama untuk memenuhi kebutuhan pasien didasarkan atas ketepatan mengenali kondisi pasien.
k. Penerapan serta penggunaan regulasi dan form dalam bidang klinis antara lain metode asesmen IAR (Informasi, Analisis, Rencana), form asesmen awal-asesmen ulang, panduan praktis klinis (PPK), alur klinis terintegrasi/ clinical pathway, pedoman manajemen nyeri dan regulasi untuk berbagai tindakan antara lain pemberian transfusi darah dan sebagainya.
l. Dilakukan pertemuan tim secara periodik dan terjadwal dalam memberikan asuhan.
m. Penanganan perawatan lanjutan pasien tidak mampu dialihrawatkan ke Rumah Sakit lain sesuai dengan permintaan pasien atau keluarga setelah penanganan kegawatan dilakukan.
n. Pelayanan sedasi diatur dalam kebijakan sendiri.
o. Rumah Sakit menyediakan pilihan menu makan pagi untuk pasien rawat inap. Pilihan menu diberikan kepada pasien rawat inap yang tidak mendapatkan terapi diet khusus.
p. Pasien High Care Unit (HCU) dan Perinatologi mendapatkan personal hygiene oleh perawat shift malam dilakukan pada pagi hari.
q. Rumah Sakit memberikan pelayanan yang seragam dengan sumber daya yang efisien dan menghasilkan evaluasi yang bermutu tinggi.
2. Pelayanan Instalasi dan Unit di Rumah Sakit Umum
a. Pelayanan Instalasi di Rumah Sakit Umum meliputi Instalasi Gawat Darurat dan Instalasi Farmasi yang memberikan pelayanan selama 24 jam.
b. Pelayanan Unit di Rumah Sakit Umum meliputi Unit Rawat Inap Umum, Unit Rawat Inap Kebidanan, Unit High Care Unit (HCU), Unit Perinatologi, Unit Rawat Inap Khusus (Isolasi), Unit Laboratorium, Unit Radiologi dan Unit Rekam Medis dilaksanakan dalam 24 jam.
c. Pelayanan Unit Rawat Jalan sesuai dengan jadwal praktik dokter.
d. Pelayanan Unit Fisioterapi, Unit Gizi, Unit Laundry, Unit CSSD, Unit K3, Unit Kesling, Unit Rumah Tangga dan Unit Kepegawaian dan Diklat dilaksanakan dalam jam kerja.
e. Pelayanan Unit Kamar Operasi dilaksanakan dalam jam kerja dan dilanjutkan dengan sistem oncall.
f. Pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien.
g. Seluruh staf Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, pedoman / panduan dan standar prosedur operasional yang berlaku, serta sesuai dengan etika Rumah Sakit dan peraturan perundangan yang berlaku.
h. Seluruh staf Rumah Sakit dalam melaksanakan pekerjaannya wajib selalu sesuai dengan ketentuan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3), termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri (APD).
3. Asesmen Pasien
a. Semua pasien yang dilayani di Rumah Sakit Umum harus diidentifikasi kebutuhan pelayanan dan perawatan kesehatannya melalui proses asesmen awal yang ditetapkan dan akan menghasilkan suatu diagnosis awal. Hal ini berlaku pada pasien rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
b. Asesmen awal setiap pasien meliputi riwayat kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, psikologis, sosial dan ekonomi, hasil tes laboratorium dan pemeriksaan diagnostik imaging untuk mengidentifikasi kebutuhan perawatan kesehatan pasien, pengembangan rencana perawatan untuk memenuhi kebutuhan pasien yang telah diidentifikasi.
c. Hanya mereka yang kompeten sesuai perizinan, Undang-Undang dan peraturan yang berlaku serta tersertifikasi yang dapat melakukan asesmen.
d. Asesmen awal medis harus lengkap dalam waktu 24 jam setelah pasien masuk rawat inap atau lebih dini / cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan Rumah Sakit.
e. Asesmen awal keperawatan harus lengkap dalam waktu 24 jam setelah pasien masuk rawat inap atau lebih dini / cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan Rumah Sakit.
f. Asesmen awal medis yang dilakukan sebelum pasien dirawat inap atau sebelum tindakan pada rawat jalan di Rumah Sakit, jika masih dalam jangka waktu 30 hari, riwayat medis dapat dipergunakan dan apabila telah lebih dari 30 hari harus diperbaharui dan dilakukan pemeriksaan fisik ulang.
g. Untuk asesmen kurang dari 30 hari, setiap perubahan kondisi pasien yang signifikan, dicatat dalam rekam medis pasien pada saat pasien masuk rawat inap.
h. Asesmen awal termasuk menentukan rencana pemulangan pasien (discharge planning).
i. Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu sesuai kondisi dan pengobatan untuk menetapkan respon terhadap pengobatannya. Dokter melakukan asesmen ulang sekurang-kurangnya setiap hari selama fase akut dari perawatan dan pengobatan pasien. Untuk pasien non akut dokter dapat melakukan asesmen ulang maksimal 2 hari tergantung kondisi pasien.
j. Ahli kesehatan yang melakukan asesmen memenuhi kualifikasi yang ditetapkan oleh Rumah Sakit dalam melaksanakan asesmen dan asesmen ulang. Yang termasuk ahli kesehatan adalah dokter DPJP atau dokter jaga dan paramedis (perawat, ahli fisioterapis, ahli gizi dan ahli farmasi) yang memiliki surat izin praktek / surat izin kerja dan sesuai dengan kewenangan klinis yang telah ditetapkan.
k. Dokter yang mengisi asesmen medis adalah dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP). Pada saat hari libur atau DPJP tidak praktek, maka dokter jaga (dokter umum) yang mengisi asesmen medis awal rawat inap.
l. Semua hasil dari proses asesmen dan diagnosis yang telah ditetapkan harus diinformasikan kepada pasien atau keluarga pasien.
m. Semua hasil asesmen harus dianalisis dan diintegrasikan serta didokumentasikan dalam rekam medis berupa catatan terintegrasi.
4. Skrining dan Triase
a. Skrining dilakukan pada kontak pertama untuk menetapkan apakah pasien dapat dilayani oleh Rumah Sakit.
b. Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik, psikologi, laboratorium klinik atau diagnostik imajing sebelumnya.
c. Kebutuhan darurat, mendesak atau segera diidentifikasi dengan proses triase berbasis bukti untuk memprioritaskan pasien dengan kebutuhan emergensi.
5. Identifikasi
a. Setiap pasien yang masuk rawat inap harus dipasangkan gelang identitas pasien.
b. Pasien selalu diidentifikasi sebelum pemberian obat, sebelum transfusi darah dan atau produk darah lainnya, sebelum pengambilan sampel darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan laboratorium, sebelum pemeriksaan radiologi, serta sebelum dilakukan tindakan.
6. Cara rumah sakit melindungi pasien dari kesalahan asuhan medis
a. Memberikan asuhan medis sesuai panduan praktek klinis dan clinical pathway.
b. Memenuhi kompetensi pemberian pelayanan pasien dan petugas Rumah Sakit lainnya.
c. Mengupayakan sarana dan prasarana yang safety untuk asuhan medik dan keperawatan.
d. Melakukan sosialisasi kepada semua tenaga kesehatan yang bertugas.
7. Transportasi
a. Transportasi milik Rumah Sakit, harus sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku berkenaan dengan pengoperasian, kondisi dan pemeliharaan.
b. Transportasi disediakan atau diatur sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien.
c. Semua kendaraan yang dipergunakan untuk transportasi milik Rumah Sakit, dilengkapi dengan peralatan yang memadai, sesuai dengan kebutuhan pasien yang akan dibawa.
8. Transfer / Perpindahan Pasien di dalam Rumah Sakit
a. Transfer dilaksankan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.
b. Pasien yang ditransfer harus dilakukan pemeriksaan dan stabilisasi terlebih dahulu sebelum dipindahkan dan dapat dipindahkan apabila dokter pemeriksa telah menyatakan pasien transportable.
c. Rumah Sakit melaksanakan proses untuk memberikan pelayanan asuhan pasien yang berkelanjutan didalam Rumah Sakit dan koordinasi antar para tenaga medis.
d. Bila ada indikasi rawat inap, Rumah Sakit dapat membuat rencana kontinuitas pelayanan yang diperlukan pasien sedini mungkin.
9. Pasien yang tidak dirawat / dirujuk
a. Setelah pasien dilakukan skrining maka dokter pemeriksa menentukan apakah pasien dapat ditangani oleh Rumah Sakit atau tidak.
b. Apabila dalam penilaian kebutuhan pasien tidak perlu dirawat, maka penanganan pasien dapat dilakukan dengan prosedur rawat jalan.
c. Apabila penilaian kebutuhan pasien tidak dapat terpenuhi oleh sumber daya dan kemampuan Rumah Sakit maka dilakukan proses transfer terhadap pasien tersebut ke Rumah Sakit rujukan yang fasilitasnya lebih lengkap.
d. Dilakukan stabilisasi terlebih dahulu sampai dapat dinyatakan pasien transportable untuk proses rujukan.
10. Transfer keluar Rumah Sakit / Rujukan
a. Pasien yang ditransfer harus dilakukan pemeriksaan dan stabilisasi terlebih dahulu sebelum dirujuk dan dapat dirujuk apabila dokter pemeriksa telah menyatakan pasien transportable.
b. Merujuk berdasarkan atas kondisi dan kebutuhan pelayanan lanjutan.
c. Rujukan menunjuk siapa yang bertanggung jawab selama proses rujukan serta perbekalan dan peralatan apa yang dibutuhkan selama transportasi.
d. Kerjasama yang resmi atau tidak resmi dibuat dengan Rumah Sakit penerima.
e. Proses rujukan / perpindahan didokumentasikan didalam rekam medis pasien.
11. Transfer keluar Rumah Sakit untuk pemeriksaan penunjang
a. Pasien yang ditransfer harus dilakukan pemeriksaan dan stabilisasi terlebih dahulu sebelum dirujuk untuk pemeriksaan penunjang.
b. Rujukan ke Rumah Sakit lain untuk pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan radiologi berdasarkan atas kebutuhan pelayanan penunjang yang tidak dapat dilakukan di Rumah Sakit Umum .
c. Rujukan menunjuk siapa yang bertanggung jawab selama proses rujukan serta perbekalan dan peralatan apa yang dibutuhkan selama transportasi.
d. Kerjasama yang resmi atau tidak resmi dibuat dengan Rumah Sakit lain / laboratorium dan radiologi penerima.
e. Proses rujukan atau perpindahan pasien untuk pemeriksaan penunjang didokumentasikan didalam rekam medis.
12. Penundaan Pelayanan
a. Memperhatikan kebutuhan klinis pasien pada waktu menunggu atau penundaan untuk pelayanan diagnostik dan pengobatan.
b. Memberikan informasi apabila akan terjadi penundaan pelayanan atau pengobatan.
c. Memberi informasi alasan penundaan atau menunggu dan memberikan informasi tentang alternatif yang tersedia sesuai dengan keperluan klinik pasien.
13. Kriteria Pemulangan Pasien
a. Pasien dipulangkan apabila atas pertimbangan DPJP yang telah memenuhi kriteria pasien pulang.
b. Kriteria pasien pulang ditentukan oleh DPJP.
c. DPJP yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien tersebut, harus menentukan pemenuhan kriteria pasien boleh pulang dan kesiapan pasien untuk dipulangkan.
d. Keluarga pasien dilibatkan dalam perencanaan proses pemulangan yang terbaik atau sesuai kebutuhan pasien.
e. Rencana pemulangan pasien jika diperlukan meliputi kebutuhan pelayanan penunjang dan pelayanan medis lanjutan.
f. Identifikasi organisasi dan individu penyedia pelayanan kesehatan di lingkungannya yang sangat berhubungan dengan pelayanan yang ada di Rumah Sakit serta populasi pasien.
g. Resume pasien pulang dibuat oleh DPJP sebelum pasien pulang.
h. Resume berisi riwayat pengobatan, diagnosis, pengobatan selama dirawat dan instruksi untuk tindak lanjut.
i. Sebelum resume pulang diberikan kepada pasien / keluarga pasien dilakukan pengecekan kelengkapan isi resume terlebih dahulu.
j. Salinan resume pasien pulang didokumentasikan dalam rekam medis.
k. Salinan resume pasien pulang diberikan kepada praktisi kesehatan yang merujuk pasien ke Rumah Sakit.
14. Hak pasien dan keluarga
a. Menghormati kebutuhan privasi pasien.
b. Mengambil langkah untuk melindungi barang milik pasien dan pencurian atau kehilangan.
c. Melindungi pasien dari kekerasan fisik oleh pengunjung, pasien lain dan staf Rumah Sakit.
d. Anak-anak, individu yang cacat, lanjut usia dan lainnya yang beresiko akan mendapatkan perlindungan yang layak.
e. Membantu mencari second opinion dan kompromi dalam pelayanan didalam maupun diluar Rumah Sakit.
f. Pernyataan persetujuan (informed consent) dari pasien didapat melalui suatu proses yang ditetapkan Rumah Sakit dan dilaksanakan oleh staf yang terlatih, dalam Bahasa yang dipahami pasien.
g. Informed consent diperoleh sebelum dilakukan tindakan operasi, anastesi, penggunaan darah atau produk darah, pemberian cairan pekat seperti kcl dan bicnat serta tindakan pengobatan lain yang beresiko tinggi.
15. Penolakan Pelayanan dan Pengobatan
a. Memberitahukan hak pasien dan keluarga untuk menolak atau tidak melanjutkan pelayanan dan pengobatan.
b. Memberitahukan tentang konsekuensi, tanggung jawab berkaitan dengan keputusan tersebut dan tersedianya alternatif pelayanan dan pengobatan.
c. Memberitahukan pasien dan keluarganya tentang menghormati keinginan dan pilihan pasien untuk menolak pelayanan resusitasi atau memberhentikan pengobatan bantuan hidup dasar (Do Not Resuscitate / DNR).
1) Rumah Sakit telah menetapkan posisinya pada saat pasien menolak pelayanan resusitasi dan membatalkan atau mundur dari pengobatan bantuan hidup dasar.
2) Posisi Rumah Sakit sesuai dengan norma agama dan budaya masyarakat serta persyaratan hukum dan peraturan.
16. Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP)
a. DPJP adalah dokter spesialis yang bertanggung jawab atas pengelolaan asuhan medis pasien.
b. Direktur berwenang untuk menetapkan dan mengatur jadwal Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP).
c. DPJP bertugas mengelola rangkaian asuhan medis pasien sesuai standar pelayanan medis / profesi, antara lain:
1) Melakukan anamnesa.
2) Melakukan pemeriksaan fisik.
3) Melakukan pemeriksaan penunjang medis atau pemeriksaan lain untuk menegakkan diagnosa.
4) Membuat perencanaan dan pemberian terapi.
5) Melaksanakan tindak lanjut, follow up dan evaluasi asuhan medis sampai dengan rehabilitasi.
d. Selain itu, melakukan konsultasi sesuai kebutuhan (indikasi), baik untuk pendapat atau rawat bersama.
e. DPJP harus membuat rencana pelayanan yang ditulis dalam berkas rekam medis.
f. Rencana pelayanan lengkap adalah memuat segala aspek asuhan medis yang akan diberikan, termasuk pemeriksaan, konsultasi, rehabilitasi pasien dan sebaginya.
g. DPJP wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk terjadinya kejadian yang diharapkan dan tidak diharapkan.
h. DPJP wajib memberikan pendidikan atau edukasi kepada pasien tentang kewajibannya terhadap Rumah Sakit dan bila diperlukan dibantu oleh staf dokter umum / perawat / staf administrasi. Hal-hal yang menjadi kewajiban pasien adalah:
1) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur.
2) Mengetahui kewajibannya dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3) Mengajukan pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan Rumah Sakit.
6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.
i. Pendidikan kepada pasien dan keluarga diberikan dalam bentuk penjelasan secara lisan dan kemudian DPJP mencatat dalam berkas rekam medis bahwa DPJP sudah memberikan penjelasan atau edukasi.
j. Dalam hal rawat bersama cakupan pelayanan seorang DPJP adalah sesuai dengan bidang atau keahliannya dan kompetensinya, misalnya seorang DPJP mengelola seorang pasien penyakit dalam, bila pasien tersebut dikonsulkan untuk masalah penyakit di bidang mata maka seorang DPJP lain yang akan mengelola asuhan mata bagi pasien tersebut.
k. Pasien yang dikelola oleh lebih dari satu DPJP, maka DPJP utama sebagai koordinator atau ketua tim adalah dokter yang menangani kasus pasien yang terberat.
l. Instruksi atau perintah dari DPJP dicatat dalam rekam medis pasien.
17. Visite DPJP
a. Visite dokter spesialis adalah kegiatan kunjungan oleh dokter kepada pasien untuk lebih mengetahui kondisi perkembangan dengan cara mendatangi, memeriksa dan berkomunikasi secara langsung kepada pasien di ruang perawatan.
b. Ketentuan mengenai visite dokter spesialis telah diatur sesuai dengan hasil yang telah disepakati dalam Rapat Komite Medik.
c. Waktu untuk pelaksanaan visite dokter adalah antara pukul 07.30 – 20.00 WIB dan tidak boleh menganggu waktu istirahat pasien.
18. Pindah DPJP
a. Pemindahan DPJP dilakukan apabila dokter DPJP sebelumnya berhalangan dalam melakukan pelayanan kepada pasien dan atau berdasarkan kebutuhan kesehatan pasien yang mengharuskan dilakukan pemindahan DPJP.
b. Pemindahan DPJP dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan persetujuan dengan DPJP sebelumnya dan konfirmasi kepada DPJP yang akan bertanggung jawab berikutnya.
19. Asuhan pasien ditetapkan dan diberikan dengan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan pelayanan dan asuhan kepada setiap pasien
a. Pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien terintegrasi pusatnya adalah pasien dan mencakup elemen antara lain sebagai berikut:
1) Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga.
2) DPJP sebagai ketua tim PPA (Clinical Team Leader).
3) PPA bekerja sebagai tim interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional antara lain menggunakan Panduan Praktik Klinis (PPK), Panduan Asuhan PPA lainnya disertai Alur Klinis terintegrasi / Clinical Pathway dan Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT).
4) Perencanaan pemulangan pasien / discharge planning terintegrasi.
5) Asuhan gizi terintegrasi.
6) Manajer pelayanan pasien / Case Manager.
7) Asesmen dilakukan dengan metode IAR (Informasi, Analisis, Rencana)
b. Pendokumentasian direkam medis merupakan alat untuk memfasilitasi dan menggambarkan integrasi serta koordinasi asuhan.
c. Rencana dan pemberian asuhan pasien bersifat dinamis dan melibatkan banyak praktisi pelayanan kesehatan dan dapat melibatkan berbagai unit kerja dan pelayanan.
d. Perencanaan dan pelayanan terhadap pasien Rumah Sakit dilakukan secara terintegrasi, terkoordinasi dan melibatkan proses kolaboratif antara berbagai jenis perawatan dan unit.
e. Asuhan untuk setiap pasien direncanakan oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP), perawat dan pemberi pelayanan kesehatan lainnya dalam waktu 24 jam sesudah pasien masuk rawat inap.
f. Perkembangan perawatan yang telah direncanakan adalah terukur, dinilai ulang oleh praktisi kesehatan.
g. Asuhan yang diberikan kepada setiap pasien dicatat hasil observasi dan pengobatan dalam rekam medis pasien oleh pemberi pelayanan.
h. Setiap ada hasil rapat atau diskusi pasien oleh PPA dicatat dalam CPPT.
20. Asuhan individual setiap pasien direncanakan dan didokumentasikan
a. Rencana asuhan pasien terintegrasi harus bersifat individual, objektif dan sasaran dapat diukur untuk didokumentasikan berdasarkan data asesmen awal dan kebutuhan pasien.
b. Asuhan untuk setiap pasien direncanakan oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP), perawat dan PPA lainnya dalam waktu 24 jam sesudah pasien masuk rawat inap.
c. Asuhan kepada pasien direncanakan dan ditulis direkam medis oleh PPA yang memberikan asuhan.
d. Kemajuan yang diantisipasi dicatat atau direvisi sesuai kebutuhan, berdasarkan hasil asesmen ulang atas pasien oleh PPA.
e. Komunikasi antar PPA dan pendokumentasiannya ditulis dalam rekam medis.
f. Permintaan obat dilakukan oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan dokter jaga dengan menggunakan kaidah-kaidah peresepan atau sesuai kebijakan Rumah Sakit dan tercatat dalam rekam medis.
g. Permintaan prosedur diagnostik dilakukan oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) dan dokter jaga dengan menyertakan diagnosis atau indikasi klinis dalam rangka menunjang interpretasi hasil yang digunakan untuk membuat perencanaan perawatan dan pengobatan pasien.
h. Rencana asuhan dicatat dalam rekam medis dalam bentuk kemajuan terukur pencapaian sasaran.
i. Semua asuhan pelayanan yang diberikan tercatat dalam rekam medis berupa catatan terintegrasi, meliputi pelayanan medis, asuhan keperawatan, asuhan gizi, rehabilitasi medis dan farmasi.
j. Kesimpulan hasil diskusi dari rapat tim perawatan pasien atau diskusi bersama lainnya tercatat dalam rekam medis.
k. Setiap prosedur tindakan, perawatan ataupun pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien beserta hasilnya dan hasil yang tak terduga atau yang tidak diinginkan harus didokumentasikan didalam rekam medis serta diinformasikan kepada pasien dan atau keluarga.
l. Rencana asuhan untuk tiap pasien direview dan diverifikasi oleh DPJP dengan mencatat kemajuannya.
m. Verifikasi hasil konsultasi pasien dari IGD wajib ditandatangani oleh DPJP maksimal 1 x 24 jam.
n. Verifikasi hasil konsultasi pasien dirawat inap wajib ditandatangani oleh DPJP maksimal 1 x 24 jam.
o. Perkembangan tiap pasien dievaluasi secara berkala sesuai dengan kondisi pasien dan dibuat notasi pada lembar cppt oleh DPJP sesuai dengan kebutuhan dan diverifikasi harian oleh DPJP.
21. Mereka yang diizinkan memberikan perintah / order menuliskan perintah ini dalam rekam medis pasien di lokasi yang seragam
a. Instruksi atau perintah harus tertulis bila diperlukan dan mengikuti pedoman rekam medis Rumah Sakit.
b. Hanya mereka yang kompeten dan berwenang yang diijinkan untuk menuliskan perintah, sesuai dengan pedoman rekam medis Rumah Sakit.
c. Permintaan untuk pemeriksaan laboratorium dan diagnostik imaging harus disertai indikasi klinis atau rasional apabila memerlukan hasilnya berupa interpretasi / ekspertise.
d. Instruksi atau perintah didokumentasikan di lokasi tertentu yang seragam direkam medis pasien.
22. Komunikasi Efektif
a. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
b. Perintah lisan dan melalui telepon atau hasil pemeriksaan secara lengkap dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
c. Perintah atau hasil pemeriksaan di konfirmasi oleh individu yang memberi perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
d. Perintah dilaporkan ke DPJP dalam bentuk SBAR dan didokumentasikan direkam medis pasien dalam bentuk SOAP.
e. Perintah lisan atau melalui telepon dimintakan tanda tangan pemberi perintah disertai dengan tanda tangan penerima perintah.
23. Tindakan klinis dan diagnostik
a. Tindakan klinis dan diagnostik yang diminta, dilaksanakan dan diterima hasilnya, serta disimpan di berkas rekam medis pasien.
b. Tindakan klinis dan tindakan diagnostik dicatat dan didokumentasikan pada form atau lokasi tertentu yang seragam didalam berkas rekam medis pasien.
c. Menuliskan PPA yang meminta dilakukan tindakan dan jelaskan alasan permintaan tindakan tersebut serta lakukan pencatatan dalam rekam medis pasien.
d. Hasil tindakan dicatat dalam rekam medis pasien.
e. Pada pasien rawat jalan bila dilakukan tindakan diagnostik invasif / beresiko harus dilakukan asesmen serta pencatatannya didalam rekam medis pasien.
24. Pasien dan keluarga diberitahu tentang hasil asuhan dan pengobatan termasuk kejadian atau hasil asuhan yang tidak diharapkan.
25. Makanan dan terapi gizi
a. Tersedia berbagai pilihan makanan sesuai dengan status gizi pasien dan konsisten dengan asuhan klinisnya.
b. Pelayanan gizi meliputi pelayanan gizi rawat jalan, pelayanan gizi rawat inap dan penyelenggaraan makanan.
c. Rumah Sakit menyediakan makanan sesuai dengan kebutuhan pasien.
d. Pasien di skrining untuk status gizi.
e. Proses pemesanan makanan pasien sesuai dengan status gizi dan kebutuhan pasien serta dicatat dalam rekam medis.
f. Respon pasien terhadap terapi gizi dimonitor.
g. Makanan disiapkan dan disimpan dengan cara mengurangi resiko kontaminasi dan pembusukan.
h. Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik.
i. Distribusi makanan dilaksanakan tepat waktu sesuai dengan kebutuhan.
j. Keluarga diberi edukasi bila membawa makanan dari luar mengenai pembatasan diet dan resiko kontaminasi serta pembusukan.
k. Makanan yang dibawa keluarga atau orang lain disimpan secara benar untuk mencegah kontaminasi.
26. Asuhan dan terapi gizi terintegrasi
a. Asuhan dan terapi gizi terintegrasi diberikan kepada pasien sesuai dengan pedoman / panduan pelayanan gizi.
b. Pemberian terapi gizi terintegrasi pada pasien resiko nutrisi dicatat dalam rekam medis pasien.
c. Asuhan gizi terintegrasi mencakup rencana, pemberian dan monitoring terapi gizi.
d. Evaluasi dan monitoring terapi gizi didokumentasikan dalam rekam medis.
27. Manajemen Nyeri
a. Semua pasien rawat inap dan rawat jalan di skrining untuk rasa sakit dan dilakukan asesmen apabila ada rasa nyerinya.
b. Apabila diidentifikasi ada rasa nyeri pada asesmen awal, lakukan asesmen lebih mendalam, sesuai dengan umur pasien dan pengukuran intensitas dan kualitas nyeri seperti karakter, kekerapan / frekuensi, lokasi dan lamanya.
c. Asesmen dicatat sedemikian sehingga memfasilitasi asesmen ulangan yang teratur dan tindak lanjut sesuai kriteria yang dikembangkan oleh Rumah Sakit dan kebutuhan pasien.
d. Pasien dibantu dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif sesuai dengan kebutuhan.
e. Menyediakan pengelolaan nyeri sesuai pedoman dan protokol.
f. Pasien dan keluarga diberikan edukasi tentang pelayanan untuk mengatasi nyeri sesuai dengan latar belakang agama, budaya, nilai-nilai pasien dan keluarga.
g. Pasien dan keluarga diberikan edukasi tentang kemungkinan timbulnya nyeri akibat tindakan yang terencana, prosedur pemeriksaan dan pilihan yang tersedia untuk mengatasi nyeri.
h. Staf dilatih untuk mampu melakukan manajemen nyeri dan cara mengatasi nyeri.
28. Pelayanan Pasien Tahap Terminal
a. Pada tahap terminal dilakukan asesmen awal dan asesmen ulang terhadap pasien dalam tahap terminal dan keluarganya sesuai kebutuhan.
b. Asesmen awal dan asesmen ulang bersifat individual agar sesuai dengan kebutuhan pasien dalam tahap terminal dan keluarganya.
c. Asesmen awal dan asesmen ulang harus menilai kondisi pasien seperti:
1) Gejala mual dan kesulitan pernapasan.
2) Faktor yang memperparah gejala fisik.
3) Manajemen gejala sekarang dan respon pasien.
4) Orientasi spiritual pasien dan keluarga serta keterlibatan dalam kelompok agama tertentu.
5) Keprihatinan spiritual pasien dan keluarga seperti putus asa, penderitaan dan rasa bersalah.
6) Status psikososial pasien dan keluarganya seperti kekerabatan, kelayakan perumahan, pemeliharaan lingkungan, cara mengatasi serta reaksi pasien dan keluarganya menghadapi penyakit.
7) Kebutuhan bantuan atau penundaan pelayanan untuk pasien dan keluarganya.
8) Kebutuhan alternatif layanan atau tingkat layanan.
9) Faktor resiko bagi yang ditinggalkan dalam hal cara mengatasi dan potensi reaksi patologis atas kesedihan.
d. Skrining dilakukan pada pasien yang diputuskan dengan kondisi harapan hidup yang kecil.
e. Setelah ada hasil asesmen lakukan penentuan asuhan dan layanan yang akan diberikan.
f. Asuhan dan pelayanan pasien dalam tahap terminal memperhatikan rasa nyeri pasien.
g. Pelayanan pasien dalam tahap terminal dengan memperhatikan kebutuhan pasien dan keluarga serta mengoptimalkan kenyamanan dan martabat pasien yang didokumentasikan dalam rekam medis.
h. Mendukung hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang penuh hormat, empati dan kasih sayang pada akhir kehidupannya.
i. Semua staf diedukasi dan harus menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir kehidupannya yaitu meliputi:
1) Intervensi pelayanan pasien untuk mengatasi nyeri.
2) Memberikan pengobatan sesuai dengan gejala dan mempertimbangkan keinginan pasien dan keluarga.
3) Menyampaikan secara hati-hati mengenai hal-hal sensitif.
4) Menghormati nilai, agama, serta budaya pasien dan keluarga.
5) Mengajak pasien dan keluarga untuk ikut serta dalam semua aspek asuhan.
6) Memperhatikan keprihatinan psikologi, emosional, spiritual, serta budaya pasien dan keluarga.
j. Kepedulian staf terhadap kenyamanan dan kehormatan pasien harus menjadi prioritas semua aspek asuhan pasien selama pasien dalam tahap terminal.
k. Asesmen pasien tahap terminal meliputi mempertahakan gejala, kondisi dan kebutuhan kesehatan atas hasil asesmen.
l. Asuhan dan pelayanan pasien dalam tahap terminal memperhatikan upaya untuk mengatasi rasa nyeri pasien.
m. Pelayanan pasien dalam tahap terminal memperhatikan kebutuhan biopsikososial, emosional, budaya dan spiritual.
n. Pasien dan keluarga dilibatkan dalam keputusan asuhan termasuk keputusan Do Not Resuscitate / DNR.
29. Surgical Safety Checklist
a. Digunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien dalam proses penandaan / pemberian tanda.
b. Menggunakan suatu check list untuk melakukan verifikasi pra operasi tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien serta semua dokumen dan peralatan yang diperlukan tersedia, tepat / benar dan fungsional.
c. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat atau mendokumentasikan prosedur “sebelum insisi / time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur atau tindakan pembedahan.
30. Hand Hygiene
a. Program hand hygiene dilaksanakan secara efektif sesuai dengan pedoman WHO Patient Safety.
b. Menerapkan program hand hygiene yang efektif.
31. Resiko Jatuh
a. Penerapan asesmen awal pasien resiko jatuh dan dilakukan asesmen ulang bila terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.
b. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi resiko jatuh bagi mereka yang pada hasil asesmen dianggap beresiko.
c. Langkah-langkah pengurangan resiko jatuh dimonitor atau dievaluasi hasilnya, baik tentang keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh maupun dampak yang berkaitan secara tidak sengaja.
32. Manajemen di Instalasi
a. Semua petugas instalasi wajib memiliki surat tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.
c. Untuk koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin bulanan minimal satu bulan sekali.
d. Setiap bulan wajib membuat laporan.
33. Manajemen Obat
a. Elektrolit konsentrat yang berada di unit pelayanan pasien harus mengikuti panduan Rumah Sakit.
b. Elektrolit konsentrat tidak boleh berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak di sengaja di area tersebut, bila diperkenankan dengan kebijakan khusus.
c. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien diberi label yang jelas dan disimpan dengan cara yang membatasi akses (restrict access).
d. Elektrolit konsentrat diracik oleh petugas farmasi yang sudah kompeten di area khusus dan sesuai dengan permintaan dokter pada kertas resep.
34. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan Rumah Sakit
a. Peralatan di Instalasi harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk menjamin semua peralatan tetap dalam kondisi yang baik.
b. Perbaikan peralatan dilaksanakan dengan memperhatikan kontuinuitas pelayanan Rumah Sakit terutama pada pelayanan emergensi dan bantuan hidup.
Download SK Direktur Tentang Keseragaman Pelayanan di Rumah Sakit